26 September 2009

Eksekusi Hak Tanggungan Melalui Pelelangan (UUHT No. 4/1996)


Unsur pokok dari Hak Tanggungan (Pasal 1 ayat 1 UUHT No. 1 Tahun 1996) adalah:
   1. Hak Jaminan untuk pelunasan utang;
   2. Objek Hak Tanggungan adalah Hak atas Tanah sesuai UUPA;
   3. Hak Tanggungan dapat dibebankan atas (hak atas) tanahnya saja, tetapi dapat pula dibebankan berikut benda2 lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu;
   4. Utang yang dijamin harus suatu utang tertentu;
   5. Memberikan kedudukan yang diutamakan (droit de preference) kepada kreditor tertentu terhadap kreditor2 lainnya.

05 September 2009

Definisi Usia Dewasa


Usia dewasa bagi sebagian remaja merupakan suatu prestasi tersendiri, yang patut dirayakan. Secara awam, jika seseorang sudah merayakan ulang tahunnya yang ke-17 th, dan sudah berhak memegang KTP atau memiliki SIM sendiri, dianggap sudah dewasa. Artinya dia sudah berubah dari anak-anak menjadi dewasa muda dan sudah bisa bertanggung jawab atas dirinya sendiri.


Pemilikan Tanah Secara Warisan


Sering sekali timbul pertanyaan mengenai bagaimana proses pemilikan ataupun peralihan hak yang diperoleh secara warisan. Oleh karena itu, saya merasa perlu untuk menuliskannya secara khusus melalui artikel ini. Secara umum, pertanyaan mengenai pemilikan tanah secara warisan ini dapat kelompokkan berdasarkan kondisi perolehannya, yaitu:
I. Sertifikat masih terdaftar atas nama Pewaris dan akan dibalik nama ke seluruh ahli waris
II. Sertifikat masih terdaftar atas nama pasangan pewaris (suami/isteri pewaris)
III. Sertifikat sudah terdaftar atas seluruh ahli waris dari pewaris (sudah dibalik nama),namun akan di lepaskan ke salah seorang ahli waris saja.


Sedangkan kelompok berikutnya adalah mengenai cara peralihan atau cara memperoleh tanah berdasarkan warisan tersebut, yang meliputi:
1. Bagaimana cara peralihan hak atas tanah warisan yang diperoleh dari kakek/nenek mereka atau
2. Bagaimana jika ahli waris ada beberapa orang dan sertifikat akan dibalik nama ke atas nama salah satu ahli waris saja atau
3. Bagaimana jika tanah warisan atas nama bapak/ibu akan dijual apakah seluruh ahli waris harus hadir, dan bagaimana jika ada salah seorang ahli waris yang tidak dapat hadir pada saat penandatanganan akta jual belinya di hadapan PPAT
4. Pajak-pajak apa saja yang harus dibayarkan oleh ahli waris?
Oleh karena itu, mari kita bahas satu satu...
I. Sertifikat masih terdaftar atas nama pewaris.
Dalam hal ini, contohnya: seorang bernama Amir misalnya memiliki sebidang tanah.
Amir memiliki isteri (Betty) dengan 4 orang anak (Cici, Didi, Edi, Fifi). Kemudian
Amir meninggal pada th 2007 dan tak lama kemudian Fifi meninggal th 2008. Dimana
Fifi memiliki 1 orang anak yang masih hidup bernama Gugun.
Dengan meninggalnya Amir, tanah tersebut mau di balik nama ke atas nama seluruh ahli waris dari Amir, yaitu: Betty, Cici, Didi, Edi dan Gugun (sebagai pengganti dari Fifi). Setiap terjadinya kematian, maka yang harus dilakukan adalah pembuatan surat kematian dari kelurahan (untuk pribumi) dan dengan akta Notaris (untuk WNI keturunan). Oleh karena pewarisnya ada 2 orang, yaitu Amir dan Fifi, maka keterangan waris tersebut harus dibuat 2 buah, yaitu atas nama Amir dan atas nama Fifi.
Setelah dimiliki surat kematian dan surat keterangan waris tersebut, maka proses yang harus di lakukan adalah:
1. Pembayaran BPHTB waris sebesar
{(NJOP - nilai tidak kena pajak untuk waris) X 5%} x 50%
Catatan: nilai tidak kena pajak untuk waris di tiap daerah berbeda. Untuk Kabupaten Subang sebesar Rp.150.000.000,-
2. balik nama ke seluruh ahli waris (Betty, Cici, Didi, Edi dan Gugun).
Jika tanah tersebut akan dijual, setelah dibuatkan proses tersebut di atas, bisa langsung di jual ke pembeli dengan menggunakan cara dan syarat jual beli sebagaimana pernah saya uraikan dalam artikel mengenai jual beli.
Proses di atas juga bisa langsung dilakukan sekaligus dengan jual beli. Misalnya, tanah tersebut masih terdaftar atas nama Amir, kemudian tanah tersebut akan dijual langsung oleh ahli waris Amin tersebut, maka proses yang dilakukan adalah proses jual beli tanah warisan. Jadi bisa dilakukan sekaligus, walaupun pada proses di BPN nantinya, balik nama nya tetap dilakukan 2 kali.
II. Sertifikat Masih Terdaftar Atas Nama Pasangan Pewaris.
Dalam kasus ini, sertifikat terdaftar atas nama Amir, namun isterinya yaitu Betty meninggal dunia. Sedangkan anak mereka ada 2 orang, yaitu Cici dan Didi.
Karena tanah tersebut terdaftar atas nama orang yang masih hidup, maka atas sertifikat tanah tersebut tidak perlu dilakukan balik nama ke seluruh ahli waris, seperti yang telah diuraikan pada point I artikel sebelumnya. Namun, tetap harus dibuatkan Surat Keterangan Waris (untuk pribumi) oleh lurah/Camat dan Surat Keterangan waris secara Notariil (untuk WNI keturunan).

Bagaimana jika tanah tersebut akan dijual atau dijaminkan?
Karena sebagian dari tanah tersebut adalah harta bersama, maka jika ingin dilakukan penjualan atau misalnya tanah tersebut akan dijadikan sebagai agunan di bank, maka seluruh ahli waris yang lain (dalam kasus di atas: Cici dan Didi) harus hadir untuk memberikan persetujuan. Dalam hal salah seorang ahli waris (Didi misalnya) tidak bisa hadir di hadapan Notaris pembuat akta tersebut (karena berada di luar kota), maka Didi dapat membuat Surat Persetujuan di bawah tangan yang dilegalisir notaris setempat atau dibuat Surat persetujuan dalam bentuk akta notaris.
III. Sertifikat sudah atas nama seluruh ahli waris, namun akan dialihkan ke salah seorang ahli waris.
Sebagai contoh: sertifikat atas nama Amir. Karena Amir meninggal dunia, maka sertifikat harus di balik nama ke atas nama isterinya (Betty), dan kedua orang anaknya (Cici dan Didi) - lihat artikel sebelumnya.
Namun, dalam hal ini Cici ingin membeli bagian Betty dan Didi. sehingga nantinya sertifikat bisa atas nama Cici sepenuhnya.
Dalam hal tersebut, maka tahapan yang harus dilakukan adalah:
1. Tetap dibuatkan keterangan waris
2. Pembayaran BPHTB waris sebesar NJOP - nilai tidak kena pajak untuk waris) X 5%} x 50%

Catatan: nilai tidak kena pajak untuk waris di tiap daerah berbeda. Untuk Kabupaten Subang sebesar Rp.150.000.000,-.
3. balik nama ke seluruh ahli waris (Betty, Cici dan Didi).
4. dibuatkan akta Pembagian Hak Bersama secara PPAT (agar sertifikat tersebut dapat dibalik nama ke atas nama Cici)
5. Untuk proses tersebut, Cici harus membayar
- Pph sebesar = 2/3 x (NJOP x 5%) dan
-BPHTB sebesar = 2/3 x (NJOP - NTKP) x 5%
6. Pelaksanaan balik nama ke atas nama Cici.
Jika kondisi sertifikat masih atas nama Amir, kemudian Cici akan langsung membeli bagian dari Betty dan Didi, maka proses di atas bisa dilakukan sekaligus (bersamaan). Namun demikian, tidak ada yang bisa dilewati.
( ... Bahan diperoleh dari  http://www.irmadevita.com )

Sebuah Impian


Tulisan ini adalah hasil dari survei yang kulakukan terhadap beberapa peraturan dan perundang-undangan yang berlaku di negeri ini, kemudian berdasarkan norma-norma agama yang aku anutpun ternyata MIMPI itu tidak dilarang.

Seandainya aku jadi Kepala Kantor Pertanahan, pertama-tama yang akan aku tanamkan kepada diriku dan seluruh staf yang aku pimpin adalah bahwa kantor ini adalah KANTOR KITA, bukan KANTOR AKU, KANTOR KAMU atau KANTOR DIA, sekali lagi kita sepakat bahwa kantor ini adalah KANTOR KITA..., kalau ada yang merasa kantor ini punya dia dan punya aku, dari awal-awal kita persilahkan untuk tidak bergabung.


Seandainya aku jadi Kepala Kantor Pertanahan, pertama-tama yang akan aku tanamkan kepada diriku dan seluruh staf yang aku pimpin adalah bahwa kantor ini adalah KANTOR PERTANAHAN, yang mengurus segala sesuatu tentang TANAH, bukan KANTOR URUSAN SERTIPIKAT TANAH, kalau ada yang kerjanya hanya bisa ngurusin sertipikat doang..., sekali lagi kita persilahkan untuk tidak bergabung.

Andai (karena masih mimpi, kata andai tetap dipake disini) diantara kita telah sepakat bahwa kantor ini KANTOR KITA dan kantor ini KANTOR PERTANAHAN, aku sebagai pimpinan akan menetapkan 2 (dua) PROGRAM UTAMA, pertama : Pelayanan Kedalam, dan kedua : Pelayanan Keluar, cukup 2 program aja..., kebanyakan program takut nggak bisa direalisasikan, walaupun cuma dalam mimpi, program kerja yang akan aku buat nggak perlu muluk-muluk, kerjakan aja yang kira-kira bisa aku dan stafku laksanakan, kalau kebanyakan janji takut nggak bisa dipenuhi, kalau udah begini ntar dituduh melakukan kebohongan publik.

Pelayanan Kedalam yang akan aku lakukan adalah memberikan perhatian kepada segala sesuatu yang ada dikantor, terutama yang wujudnya orang, yang mungkin selama ini belum merasa diorangkan atau tidak merasa jadi orang, akibat yang timbul dari kondisi yang bersangkutan belum merasa diorangkan atau jadi orang, seringkali orang-orang ini dalam bersikap dan bertindak, terutama sekali dalam melaksanakan pelayanan tidak seperti “orang” padahal yang akan kita layani adalah orang, makanya program mengorangkan orang ini merupakan program yang harus dan wajib sifatnya, kalau program ini gagal dapat dipastikan tugas-tugas yang lain akan sangat berat dan mungkin saja tidak bisa dilaksanakan. Kalau program ini gagal dan tidak aku laksanakan, tolong... segera bangunkan saya sehingga saya terbangun dan mimpi ini tidak berlanjut…!!!

Program menjadikan orang menjadi “orang” dalam tanda kutip, sebenarnya nggak susah-susah amat koq kalau kita juga “orang“, pertama saling memperhatikan, kedua saling mengingatkan, dan ketiga saling berbagi (bukan hanya yang nggak enak, yang uenaaak juga harus dibagi), kalau ketiga syarat ini sudah dijalankan Insya Allah semuanya akan beres.

Pelayanan Keluar, yang selama ini rutin kita lakukan akan tetap saya jalankan, tapi karena saya sedang bermimpi boleh dong kalau saya di dalam melaksanakan pelayanan keluar ini, mencoba keluar sedikit dari rutinitas yang selama ini kita laksanakan, menurut DR. Soedjarwo “ akibat dari kegiatan rutinitas membuat pola pikir pegawai BPN bersikap “inward looking”, laksana undur-undur yang bergerak dan berputar hanya kedalam, diharapkan dengan melihat keluar BPN akan bersikap “outward looking” yang bersifat lebih luas dan aspiratif ", sehingga tuntutan agar BPN itu “ membumi “ dapat segera dirasakan oleh masyarakat dan stakeholder sebagai subjek dan objek tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam rangka pelayanan keluar beberapa hal yang akan aku laksanakan adalah :

  1. Melaksanakan pelayanan prima dengan menerapkan budaya Senyum dan Ramah, kepada semua pelanggan dan pengguna jasa. Budaya ini sangat jarang dan agak langka kita temui saat ini, terutama di kantor-kantor pelayanan yang pegawainya berlabel PNS, dengan budaya Senyum dan Ramah diharapkan kesan pertama yang dirasakan pelanggan begitu menggoda..., maka selanjutnya dia akan berkata INI BARU BPN…
  2. Melaksanakan pelayanan prima dengan menerapkan budaya Tegur dan Sapa, budaya inipun sudah mulai hilang dibeberapa kantor pelayanan negeri ini, sehingga banyak pelanggan yang bengong dan bingung pada saat mendatangi kantor pelayanan, tetapi tidak satupun pegawai yang bekerja disana dan bertanya atau menyapanya, walau hanya dengan satu kalimat “ ada yang bisa kami bantu…? “, budaya Tegur dan Sapa ini wajib bagi semua pegawaiku.
  3. Melaksanakan pelayanan prima dengan menerapkan budaya Transparan dan Tepat Waktu. Jelas dan dimengerti informasi yang diberikan, terutama sekali informasi tentang persyaratan administrasi yang dibutuhkan, jangan menambah-nambah persyaratan yang tidak perlu, kemudian besarnya biaya pelayanan harus diketahui oleh pengguna jasa sedetail mungkin sehingga tidak timbul prasangka negatif, setiap biaya yang dibayar olah pelanggan harus dibuktikan dengan tanda terima, tidak etis dan manusiawi kalau kita menolak memberikan tanda terima atas apa yang telah dibayarkan oleh pelanggan, dalam prakteknya sering kita temui jawaban “ masa bpk/ibu nggak percaya sich...! “ saat tanda terima diminta oleh sipenyetor… meminta tanda terima dan memberikan tanda terima, uang maupun berkas yang kita terima bukan persoalan percaya atau tidak percaya, tapi ini adalah persoalan akuntabilitas yang harus kita berikan kepada publik. Kemudian dari semua itu, pelayanan baru dinyatakan prima banget..., jika jangka waktu pelayanan itu terukur dan tepat waktu, sudah bukan zamannya lagi kita untuk santai dalam melaksanakan tugas pelayanan ini, apalagi kalau diembel-embeli dengan sikap sok kuasa, mempersulit, tanpa aku pekerjaan ini tidak akan selesai, dsbnya-dsbnya..., kalau sifat-sifat ini masih ada sekali lagi aku katakan jangan bergabung dan KELAUT AJA DECH LOE…!, berikan kata pasti…..
  4. Paradigma lama yang sampai saat ini masih terjadi, apabila masyarakat pemilik tanah datang dan bertanya tentang permohonan hak atas tanah, yang selalu menjadi pertanyaan pertama kita adalah “ bpk/ibu punya surat-surat apa..? “, menurut aku, sekali lagi menurut aku lho pertanyaan ini KELIRU..., akibat seringnya pertanyaan ini kita lontarkan kepada masyarakat, dibenak masyarakat selalu tertanam untuk mengada-adakan surat-surat tanah terlebih dahulu sebelum ke Kantor Pertanahan, sehingga ditengah masyarakat kita saat ini diciptakan, beredar dan diterbitkan berbagai surat-surat tanah yang namanyapun bermacam-macam, hal ini terjadi karena kita mengutamakan adanya surat-surat tanah terlebih dahulu, padahal kalau kita mengkaji lebih dalam UUPA, tidak seperti itu adanya. Pertanyaan yang harus kita sampaikan kemasyarakat harus kita ganti dengan pertanyaan “ dimana letak tanah bpk/ibu…?”, “ sudah berapa lama tanah tersebut sudah bpk/ibu dikuasai...? “, “ saat ini tanah tersebut diusahakan untuk apa…? “, baru setelah ini kita tanyakan, surat-surat bukti kepemilikannya.
  5. Masih dalam kondisi MIMPI, aku perlu ingatkan pada semua stafku, bahwa saat ini kita bukan BPN yang dulu, tetapi BPN-BARU, untuk itu minimal 2 minggu sekali aku akan berkeliling ke wilayah-wilayah pedesaan yang menurut istilah trendnya wilayah hinterlad tempat dimana masyarakat marginal lebih banyak bermukim, disini aku akan bertanya kepada masyarakat pemilik tanah dengan pertanyaan “ mau bapak/ibu apakan tanah ini…? ”, selanjutnya saya akan tanyakan “ setelah sekian lama tanah ini bapak/ibu kuasai, memberikan manfaat nggak tanah ini kepada bapak/ibu..? ”, jawaban apapun yang aku terima dari masyarakat marginal ini akan aku sampaikan kepada semua penentu kebijakan dan pemilik modal yang ada diwilayah Kabupaten/Kota tempat dimana aku menjadi Kepala Kantor Pertanahan MIMPI dan mengajak semuanya menjadikan tanah masyarakat ini sebagai salah satu aset sosial ekonomi yang dimiliki masyarakat hinterland. dengan adanya kegiatan ini, kebiasaanku yang sering melayani Tamu, PPAT, Pengusaha dan Developer mungkin akan sedikit aku kurangi, dapat diprediksi nggak bakalan lama hasil survei Bpk. Joyo Winoto, Ph.D yang menyimpulkan bahwa BPN tidak ramah lingkungan dan lebih berpihak kepada pemilik modal akan saya TIP-EX alias hapus sampe nggak nampak lagi, karena di kantorku hal itu tidak terbukti…

Mimpi di siang bolong karena aku tidurnya memang disiang bolong jarang sekali terbukti kebenarannya dan menjadi kenyataan..., tapi alhamdulillah sebagai seorang pemimpi aku tidak seperi Si Bisu Bermimpi, yang merasakan nikmat dan indahnya mimpi tetapi tidak dapat menceritakan mimpinya kepada orang lain, kepada semua yang sedang tidak BERMIMPI saya sampaikan sebuah pesan moral bahwa untuk melaksanakan dan menjalankan semua itu ternyata TIDAK HARUS MIMPI…, semoga…